Bagaimana Proses Terjadinya Pertempuran Zona Laut Saat Perang Dunia 1

Bagaimana Proses Terjadinya Pertempuran Zona Laut Saat Perang Dunia 1

Air Hujan Dapat Dipanen

Bukan hanya tanaman, air hujan pun dapat dimanfaatkan dengan cara “dipanen”. Hal itu bisa dilakukan dengan memakai bak penampungan atau mengalirkannya ke sumur. Air hujan dari atap bisa dialirkan melalui pipa ke sumur atau melalui bak penampung. Selain itu, hujan juga bisa disaring dengan alat sederhana seperti kain dan kaos agar terbebas dari debu.

Tak hanya itu, para petani juga dapat memanen air hujan dengan membuat sumur atau kolam di sekitar lahan pertanian. Apabila musim kemarau tiba, air yang ditampung tersebut dapat menjadi alternatif untuk pengairan. Air hujan juga dapat dimanfaatkan untuk perikanan.

Tak banyak orang tahu, air hujan di Indonesia juga masih layak untuk dikonsumsi. Tingkat keasaman air hujan di berbagai daerah pernah diteliti, di antaranya Jogja, Bali, Bogor dan Jakarta. Penelitian itu menyimpulkan rata-rata tingkat pH (potential hydrogen) air hujan di sejumlah daerah itu adalah 7,2 sampai 7,4.

Artinya, secara kualitas air hujan di Indonesia masih layak diminum oleh manusia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga telah mengembangkan dua bentuk sistem pemanfaatan dan pengolahan air hujan untuk air minum, yaitu Sistem Pemanfaatan Air Hujan (SPAH) dan Pengolahan Air Siap Minum (ARSINUM).

Selain itu, cara pengolahan air dengan metode lebih sederhana juga pernah dikembangkan sejumlah komunitas pemanen air hujan di sekitar Magelang, Klaten, Jogja dan daerah lainnya. Misalnya, cara pengolahan air hujan menjadi air siap minum yang dilakukan oleh Komunitas Banyu Bening di Sleman (DI Yogyakarta) serta Komunitas Kandang Udan di Desa Bunder, Klaten (Jawa Tengah).

Itulah penjelasan mengenai pengertian, proses, jenis, dan manfaat air hujan. Untuk menambah wawasan kalian mengenai hujan ataupun perubahan cuaca lainnya, Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan senantiasa menghadirkan buku-buku berkualitas dan bermanfaat, salah satunya buku di bawah ini.

Buku Aktivitas Musim dan Cuaca

Penulis: Indiana Malia

KOMPAS.com - Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi sejak 1945 hingga 1949, yang menjadi puncak perjuangan bangsa Indonesia.

Meskipun sudah resmi merdeka sejak 17 Agustus 1945, masih banyak pihak yang belum bisa menerima kemerdekaan Indonesia, termasuk Belanda dan Sekutu.

Akibatnya, pertempuran pun terjadi pada masa Revolusi Kemerdekaan yang memakan korban mencapai ribuan jiwa.

Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar

Latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Indonesia adalah keinginan Belanda dan Sekutu untuk kembali menguasai Nusantara.

Satu bulan setelah Indonesia dinyatakan merdeka, tepatnya tanggal 29 September 1945, Sekutu datang.

Sekutu yang dalam hal ini adalah Inggris, sudah membentuk satuan komando bernama SEAC mengirim pasukan mata-mata untuk melihat kondisi di Indonesia setelah kependudukan Jepang pada 1942 silam.

Rupanya, saat itu, Sekutu datang dengan diboncengi oleh NICA (Nederlands Indies Civil Adminstration), yaitu pemerintahan sipil Belanda yang bertujuan untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Inggris yang ditugaskan ke Indonesia ternyata diam-dian sudah mengadakan perjanjian rahasia bersama Belanda yang disebut Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945 silam.

Isi Civil Affair Agreement adalah tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.

Sekutu mendarat pertama kali di Tanjung Priok, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

Awalnya, kedatangan Sekutu di Indonesia disambut dengan baik.

Namun, setelah mengetahui bahwa Sekutu datang dengan diboncengi NICA yang secara gamblang ingin kembali menegakkan kekuasaan di Indonesia, maka reaksi pihak Indonesia terhadap Sekutu berubah.

Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya pertempuran di berbagai daerah di Indonesia.

Suasana sekitar saat Pertempuran Ambarawa terjadi

Baca juga: Kronologi Pertempuran Surabaya

Pertempuran Ambarawa terjadi pada 20 Oktober 1945, ketika Sekutu yang dipimpin oleh Brigjen Bethel mendarat di Semarang.

Setelah itu, pasukan Sekutu yang sedang berjalan menuju ke Magelang pun membuat kerusuhan.

Awalnya, Bethel diperkenankan untuk melucuti senjata pasukan Jepang.

Dia juga diizinkan mengevakuasi 19.000 interniran Sekutu yang ada di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang.

Akan tetapi, ternyata pasukan Sekutu membelot dengan mempersenjatai para tawanan Jepang.

Pada 26 Oktober 1945, insiden pun pecah di Magelang, yang kemudian berlanjut antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris.

Orange Hotel di Surabaya, lokasi perobekan bendera Belanda ketika Pertempuran Surabaya.

Puncak pertempuran terjadi pada 20 November 1945, di Ambarawa antara pasukan TKR yang dipimin Mayor Sumarto dengan pasukan Inggris.

Aksi tembak-menembak dan pengeboman terus terjadi selama berhari-hari.

Kendati begitu, pada akhirnya pasukan TKR berhasil meluluhlantakkan pasukan Inggris pada 12 Desember 1945.

Pada akhirnya, pasukan Inggris yang sudah sangat terdesak bersedia meninggalkan Ambarawa dan mundur ke Semarang pada 15 Desember 1945.

Baca juga: Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Tokoh, Akibat, dan Akhir

Tentara Inggris tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.

Kemudian, pada 27 Oktober 1945, tentara Inggris mulai menduduki gedung-gedung pemerintahan di Surabaya yang dijaga oleh rakyat dan para pemuda Indonesia.

Lebih lanjut, pada 29 Oktober 1945, atas permintaan Letjen Christison, Presiden Soekarno datang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran.

KOMPAS.com - Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi sejak 1945 hingga 1949, yang menjadi puncak perjuangan bangsa Indonesia.

Meskipun sudah resmi merdeka sejak 17 Agustus 1945, masih banyak pihak yang belum bisa menerima kemerdekaan Indonesia, termasuk Belanda dan Sekutu.

Akibatnya, pertempuran pun terjadi pada masa Revolusi Kemerdekaan yang memakan korban mencapai ribuan jiwa.

Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar

Latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Indonesia adalah keinginan Belanda dan Sekutu untuk kembali menguasai Nusantara.

Satu bulan setelah Indonesia dinyatakan merdeka, tepatnya tanggal 29 September 1945, Sekutu datang.

Sekutu yang dalam hal ini adalah Inggris, sudah membentuk satuan komando bernama SEAC mengirim pasukan mata-mata untuk melihat kondisi di Indonesia setelah kependudukan Jepang pada 1942 silam.

Rupanya, saat itu, Sekutu datang dengan diboncengi oleh NICA (Nederlands Indies Civil Adminstration), yaitu pemerintahan sipil Belanda yang bertujuan untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Inggris yang ditugaskan ke Indonesia ternyata diam-dian sudah mengadakan perjanjian rahasia bersama Belanda yang disebut Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945 silam.

Isi Civil Affair Agreement adalah tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.

Sekutu mendarat pertama kali di Tanjung Priok, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

Awalnya, kedatangan Sekutu di Indonesia disambut dengan baik.

Namun, setelah mengetahui bahwa Sekutu datang dengan diboncengi NICA yang secara gamblang ingin kembali menegakkan kekuasaan di Indonesia, maka reaksi pihak Indonesia terhadap Sekutu berubah.

Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya pertempuran di berbagai daerah di Indonesia.

Suasana sekitar saat Pertempuran Ambarawa terjadi

Baca juga: Kronologi Pertempuran Surabaya

Pertempuran Ambarawa terjadi pada 20 Oktober 1945, ketika Sekutu yang dipimpin oleh Brigjen Bethel mendarat di Semarang.

Setelah itu, pasukan Sekutu yang sedang berjalan menuju ke Magelang pun membuat kerusuhan.

Awalnya, Bethel diperkenankan untuk melucuti senjata pasukan Jepang.

Dia juga diizinkan mengevakuasi 19.000 interniran Sekutu yang ada di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang.

Akan tetapi, ternyata pasukan Sekutu membelot dengan mempersenjatai para tawanan Jepang.

Pada 26 Oktober 1945, insiden pun pecah di Magelang, yang kemudian berlanjut antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris.

Orange Hotel di Surabaya, lokasi perobekan bendera Belanda ketika Pertempuran Surabaya.

Puncak pertempuran terjadi pada 20 November 1945, di Ambarawa antara pasukan TKR yang dipimin Mayor Sumarto dengan pasukan Inggris.

Aksi tembak-menembak dan pengeboman terus terjadi selama berhari-hari.

Kendati begitu, pada akhirnya pasukan TKR berhasil meluluhlantakkan pasukan Inggris pada 12 Desember 1945.

Pada akhirnya, pasukan Inggris yang sudah sangat terdesak bersedia meninggalkan Ambarawa dan mundur ke Semarang pada 15 Desember 1945.

Baca juga: Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Tokoh, Akibat, dan Akhir

Tentara Inggris tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.

Kemudian, pada 27 Oktober 1945, tentara Inggris mulai menduduki gedung-gedung pemerintahan di Surabaya yang dijaga oleh rakyat dan para pemuda Indonesia.

Lebih lanjut, pada 29 Oktober 1945, atas permintaan Letjen Christison, Presiden Soekarno datang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran.

Pertemuan keduanya pun menghasilkan terjadinya gencatan senjata.

Akan tetapi, pada 31 Oktober 1945, tersiar kabar tentang hilangnya Brigjen Mallaby yang ternyata tewas terbunuh.

Sebagai tindak lanjut dari kabar tersebut, pihak Inggris, Mayir Jenderal Manserg, memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya pada 9 November 1945.

Namun, hingga tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi WIB, tidak ada seorang pun dari bangsa Indonesia yang menyerahkan diri.

Akibatnya, pertempuran pun pecah. Para pejuang Indonesia berusaha melawan Sekutu menggunakan senjata tradisional bambu runcing.

Setelah tiga pekan, pertempuran Surabaya pun mulai mereda pada 28 November 1945.

Pertempuran ini telah memakan korban jiwa dari pihak Indonesia sebanyak 20.000 orang, sedangkan dari pihak Sekutu sebanyak 1.500 orang.

Baca juga: Mohammad Toha, Tokoh Penting Peristiwa Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi tanggal 13 Oktober 1945, ketika pasukan Sekutu tiba di Kota Bandung dengan diboncengi oleh NICA.

Setibanya di Bandung, pasukan Sekutu langsung menguasai kota dengan alasan melucuti dan menawan tentara Jepang.

Kemudian, pada 27 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar rakyat Bandung segera meninggalkan area Bandung Utara, tetapi ultimatum itu tidak dihiraukan.

Sekutu yang mulai terdesak pun kembali mengeluarkan ultimatum kedua agar selambat-lambatnya pada 24 Maret 1946 pukul 24.00, pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung sejauh 11 kilometer.

Ultimatum ini lantas mendongkrak semangat perlawanan para pejuang Indonesia.

Pasukan Indonesia membuat strategi dengan merancang operasi bernama Bumi Hangus.

Begitu penduduk meninggalkan Bandung, operasi Bumi Hangus langsung dijalankan dengan membakar bangunan rumah atau gedung di Bandung.

Prasasti yang menjadi bukti terjadinya Pertempuran Medan Area

Dalam sekejap, Kota Bandung sudah diselimuti oleh asap gelap dan pemadaman listrik.

Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh tentara Indonesia untuk menyerang Sekutu secara bergerilya.

Baca juga: Pertempuran Medan Area: Latar Belakang, Konflik, dan Dampak

Pertempuran Medan Area terjadi tanggal 13 Oktober 1945 hingga April 1946, setelah tentara Sekutu yang dipimpin oleh TED Kelly mendarat di Medan.

Kedatangan Sekutu dan NICA ini memancing kemarahan warga Indonesia.

Terlebih, ketika salah satu anggota NICA disebut merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang digunakan oleh seorang pemuda Indonesia.

Menindaklanjuti hal ini, pada 13 Oktober 1945, barisan pemuda dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bertempur melawan Sekutu dan NICA.

Inggris kemudian mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia untuk segera menyerahkan senjata kepada Sekutu, tetapi lagi-lagi ultimatum itu tidak diindahkan.

Puncak pertempuran terjadi tanggal 10 Desember 1945, di mana Sekutu dan NICA menyerang Kota Medan secara habis-habisan.

Bulan April 1946, Sekutu sudah berhasil menguasai Kota Medan.

Baca juga: Kronologi Agresi Militer Belanda I

Setelah proklamasi kemerdekaan berlangsung, Indonesia masih dihantui oleh Belanda.

Belanda terus berusaha merebut kembali kemerdekaan dengan melakukan sejumlah serangan, salah satunya Agresi Militer Belanda I.

Agresi Militer Belanda I terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947, yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook.

Tujuan Agresi Militer Belanda I adalah membangkitkan perekonomian Belanda dengan cara menguasai kekayaan sumber daya alam Indonesia.

Target utama Belanda ialah Sumatera dan Jawa untuk menguasai sumber daya alam di sana.

Di Pulau Jawa, Belanda menyerang Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Indonesia mengirim pasukan Siliwangi untuk melawan tentara Belanda.

Salah satu strategi yang digunakan oleh pasukan Siliwangi adalah melakukan serangan gerilya pada sektor-sektor penting, seperti jalan-jalan penghubung, jalur logistik, dan pos Belanda.

Pada praktiknya, serangan gerilya pasukan Siliwangi di Jawa Barat berhasil mengalahkan usaha perkebunan yang menjadi sektor ekonomi penting bagi Belanda.

Agresi Militer Belanda I berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Renville pada 17 Januari 1947.

Baca juga: Mengapa Perjanjian Renville Merugikan Indonesia?

Belanda mengingkari perjanjian Renville dengan melancarkan serangan Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, di Yogyakarta.

Pada Minggu pagi 19 Desember 1948, Belanda mulai menyerang Kota Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara Indonesia.

Belanda melakukan serangan udara mendadak yang membuat pasukan Indonesia kewalahan.

Hanya dalam waktu beberapa jam, sore hari pada tanggal yang sama, Yogyakarta sudah berhasil diambil alih oleh Belanda.

Setelah mendengar serangan mendadak tersebut, Panglima TNI Jenderal Sudirman memberikan perintah kilat melalui radio yang bertujuan untuk melawan musuh dengan cara perang rakyat semesta.

Maksudnya, para pasukan akan hijrah dengan cara long march ke wilayahnya masing-masing dan membentuk kekuatan.

Setelah kekuatan terbentuk, pertempuran dimulai antara pasukan Indonesia dan pasukan Belanda.

Agresi Militer Belanda II telah banyak memakan korban jiwa dan kerusakan besar bagi pihak Indonesia.

Saking besarnya, aksi penyerangan ini sampai terdengar ke kancah internasional, termasuk Amerika Serikat (AS).

Akibatnya, AS memutuskan untuk menghentikan bantuan dana kepada Belanda. AS dan PBB juga mendesak agar Belanda segera melakukan gencatan senjata dan menggelar perundingan damai.

Akhirnya, pada 7 Mei 1949, Agresi Militer Belanda II berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian Roem-Royen.

Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar yang Tidak Dapat Direalisasikan Belanda

Akhir perang kemerdekaan Indonesia adalah penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.

Sebelum penyerahan itu tercapai, Indonesia dan Belanda lebih dulu berunding dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus hingga 2 November 1949.

KMB dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Indonesia, Mohammad Hatta.

Pada akhirnya, tanggal 2 November 1949, Indonesia dan Belanda berhasil mencapai kesepakatan dengan menandatangani persetujuan KMB.

Salah satu isi KMB adalah Belanda menyerahkan kedaulatan penuh kepada RI pada Desember 1949, tepatnya tanggal 27 Desember.

Cara Menghindari Petir

Berikut cara yang harus dilakukan untuk terhindar dari sambaran petir ketika sudah terdapat tanda-tanda petir di langit:

Demikian penjelasan proses terjadinya petir dan cara berlindung dari sambaran petir. Semoga bermanfaat dan terus tingkatkan kewaspadaan ya, Dab!

Artikel ini ditulis oleh Ridwan Luhur Pambudi, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

PETIR adalah fenomena alam yang terjadi ketika terjadi pelepasan muatan listrik yang sangat besar di atmosfer, biasanya dalam bentuk kilat yang disertai dengan suara gemuruh yang dikenal sebagai guruh.

Petir dapat terjadi antara awan dengan awan (petir antar-awan) atau antara awan dengan permukaan bumi (petir awan-ke-bumi).

Petir terbentuk melalui serangkaian peristiwa yang dimulai dengan pembentukan awan cumulonimbus (awan besar dan tebal yang sering kali menyebabkan hujan badai), yang menghasilkan perbedaan muatan listrik di dalamnya.

Muatan negatif terkumpul di bagian bawah awan, sementara muatan positif terkumpul di bagian atas. Ketika perbedaan muatan ini cukup besar, terjadilah pelepasan muatan listrik dalam bentuk kilat.

Pemanasan dan Pemisahan Muatan

Dalam awan cumulonimbus, proses konveksi (perpindahan panas) menyebabkan udara hangat naik dengan cepat, sementara udara dingin turun. Tetesan air dan kristal es yang bergerak saling bertumbukan dan menghasilkan gesekan. Gesekan ini memisahkan muatan listrik dalam awan:

Pelepasan Muatan (Penyulutan)

Ketika perbedaan muatan antara awan dan permukaan bumi (atau antar awan) cukup besar dan medan listriknya cukup kuat, udara yang pada awalnya merupakan isolator listrik akan menjadi konduktor listrik. Proses ini disebut penyulutan.

Muatan listrik bergerak dalam bentuk kilat atau petir. Kilat ini dapat terjadi dalam dua bentuk:

Saat kondisi mendung, kilatan cahaya kerap kali terlihat diikuti suara menggelegar beberapa saat setelahnya. Itulah yang dikenal dengan petir dan berbahaya ketika terkena tubuh manusia karena memiliki arus listrik sangat besar.

Mengutip situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), petir adalah kilatan cahaya di atmosfer yang terdiri dari guntur dan disebabkan oleh pelepasan listrik berarus tinggi. Petir terjadi karena pelepasan muatan listrik yang dipisahkan dalam awan cumulonimbus.

Petir melepaskan arus listrik yang tinggi dalam rentang waktu yang singkat. Dalam satu sambaran petir, diperkirakan arus listrik yang dilepas mencapai 80 ribu ampere. Sementara, total daya rata-rata yang dilepaskan secara serentak dalam satu kali sambaran petir sekitar 106 watt.

Besarnya energi yang dilepaskan petir dapat menimbulkan dampak pada objek yang terkena sambaran petir, seperti kerusakan, kebakaran, hingga korban jiwa ketika petir menyambar manusia. Selain itu, dampak merugikan lain dari petir berupa kerusakan jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, dan gangguan penerbangan.

Dalam beberapa kejadian, petir tidak hanya berasal dari awan mendung di langit, tetapi juga dapat terjadi ketika gunung berapi mengeluarkan kepulan asap pekat. Lantas, bagaimana sebenarnya petir ini bisa terjadi? Berikut penjelasannya yang dikutip dari laman BPBD Jogja, buletin Waspadai!! Cuaca Ekstrim di Awal Tahun 2020 oleh Stasiun Meteorologi Juanda Sidoarjo, dan laman Stasiun Meteorologi Trunojoyo Madura.

Proses Terjadinya Petir pada Awan Hujan atau Mendung

Masih bersumber dari laman resmi BMKG, petir biasa terjadi di awan Cumulonimbus (Cb). Awan ini merupakan salah satu awan konvektif atau awan yang menjulang tinggi ke atas. Jika dilihat dari bentuknya, awan Cb berbentuk seperti jamur dengan bagian atas berbentuk seperti topi.

Petir hanya bisa terjadi pada awan yang sudah mencapai taraf matang. Awan tersebut akan membentuk dua batas lapisan utama elektrifikasi. Pada bagian atas awan terkonsentrasi medan listrik positif. Sedangkan, bagian bawah terkonsentrasi medan elektrik negatif.

Bertemunya muatan listrik positif dan negatif itulah yang akan menimbulkan terjadinya petir. Dalam prosesnya, terdapat tiga tipe petir dari awan Cb, yaitu petir intracloud (IC) atau petir yang terjadi di dalam awan yang sama, petir cloud to cloud (CC) atau petir yang terjadi dari awan ke awan lain, dan petir cloud to ground (CG) atau pelepasan energi dari awan ke bumi.

Petir intracloud terjadi akibat pertemuan muatan listrik positif yang berada di bagian atas awan dengan muatan listrik negatif yang berada di bagian bawah pada awan yang sama. Sedangkan, mekanisme yang mirip juga terjadi pada petir cloud to cloud, hanya saja muatan positifnya menyambar muatan negatif dari awan lain yang mendekat.

Sementara itu, petir cloud to ground terbagi menjadi positif (CG+) dan negatif (GC-). Petir CG+ terjadi ketika muatan positif pada awan Cb menyambar muatan negatif di tanah dan menjadi petir. Sementara, petir GC- terjadi akibat muatan negatif pada awan Cb menyambar atau bergerak ke permukaan bumi dan juga menimbulkan kilatan petir. Awan CG inilah yang berbahaya bagi karena bersinggungan langsung dengan aktivitas manusia.

Hujan Orografis atau Relief

Hujan orografis pada umumnya terjadi pada perbukitan atau pegunungan karena proses terjadinya diakibatkan angin yang datang mendorong udara yang mengarah pada bukit maupun pegunungan ataupun hutan hujan tropis dimana tempat berbagai fauna tinggal, seperti halnya yang dibahas pada buku Seri Mengenal Habitat Hewan: Hutan Hujan Tropis.

Kemudian, udara yang mencapai bukit mulai menjadi lebih dingin. Ketika mencapai kelembaban, ia akan perlahan-lahan mengembun menjadi awan lalu turun ke bawah menjadi tetesan hujan di permukaan bumi.

Hujan frontal dapat terjadi saat pertemuan udara dingin dan hangat. Bayangkan ketika kamu mendaki sebuah bukit. Semakin tinggi kamu naik, maka akan semakin dingin pula suasana yang terasa di atas. Hal ini juga berlaku pada hujan tersebut saat udara panas naik menuju atmosfer kemudian menabrak udara dingin di atas.

Udara yang mulai dingin itu akan menjadi awan stratus, kemudian turun ke permukaan bumi sebagai hujan. Hujan jenis ini juga bisa disertai dengan badai petir dan kilat. Selain itu, hujan frontal juga dapat terjadi hingga beberapa jam.

Hujan muson diakibatkan oleh angin muson atau yang lebih dikenal sebagai angin yang menyebabkan musim hujan dan kemarau. Angin muson juga berhembus dari benua asia ke australia seiring dengan perubahan musim yang ada. Saate angin ini melewati berbagai samudera, akan ada banyak uap air yang berakibat pada terjadinya hujan. Sering kali hujan ini turun wilayah di India, Asia Tenggara, dan beberapa kawasan lainnya.

Air hujan akan turun di darat, di laut, dan juga di tanah. Air hujan yang jatuh di tanah akan meresap menjadi air tanah, lantas akan keluar melalui sumur. Selain itu, air hujan juga akan merembes ke danau atau sungai. Sementara, air hujan yang jatuh ke perairan seperti sungai dan danau akan menambah jumlah air di tempat itu. Kemudian, air akan mengalir ke laut. Meski demikian, sebagian air di tempat perairan akan menguap kembali. Proses penguapan tersebut akan membentuk awan yang juga berasal dari tumbuhan. Proses siklus air itu akan terus berulang, hanya saja wujud dan tempatnya berubah.

Air hujan memiliki banyak manfaat. Berikut penjelasan lengkapnya yang juga bisa kamu pelajari melalui buku Seri Sains untuk Balita: Hujan dengan ilustrasi menarik!

Seri Sains untuk Balita : Hujan

Bisa Menjadi Cadangan Saat Musim Kemarau

Berdasarkan informasi dari laman resmi Institut Teknologi Bandung, air hujan bisa dimanfaatkan dengan cara menyimpannya. Cara tersebut dapat berguna untuk mengatasi kekeringan di kala musim kemarau tiba. Secara umum, cara penyimpanan air hujan bisa dilakukan melalui dua teknik.

Pertama, simpan air sejak di hulu sungai. Air dapat disimpan di bagian Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai maupun hilir sungai. Penyimpanan itu bisa dilakukan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.

Cara kedua, yakni melakukan rekayasa. Rekayasa tersebut bisa dimulai dengan cara melakukan revitalisasi atau penghidupan situ kembali di hulu sungai, kemudian membuat embung sungai. Jika aliran sungainya besar dan panjang seperti kali Citarum, pada bagian tengah aliran sungai bisa dibuat waduk. Waduk yang sudah ada misalnya Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur.

Proses Terjadinya Petir pada Awan Panas Gunung Api

Mekanisme petir dari letusan gunung api atau petir vulkanik tidak jauh berbeda dengan petir dari awan Cb. Bedanya, muatan yang terkandung dalam awan Cb digantikan oleh awan kepulan erupsi gunung api berisi uap air, abu, debu, dan partikel vulkanik lain yang menyembur ke angkasa secara masif.

Petir vulkanik tidak terjadi secara langsung walau di dalam kolom letusan telah berisi partikel abu kaca panas, uap dan gas yang bersama meletus ke atmosfer. Hal itu, karena sebelum terjadi petir, partikel tersebut harus terionisasi terlebih dahulu dengan memisahkan elektron yang terikat pada tiap partikel dengan perantara energi potensial suatu masa. Muatan-muatan ion inilah yang menjadi pemicu terbentuknya petir.

Beberapa Proses Terbentuknya Hujan

Penyerapan air hujan ke tanah bisa melalui celah-celah, pori-pori tanah, maupun melalui batuan. Air yang masuk ke dalam tanah tersebut akan menjadi sumber air atau air cadangan. Oleh sebab itu, penting untuk menyediakan daerah resapan air agar ada air cadangan. Biasanya, daerah resapan air tersedia di hutan-hutan dengan kondisi vegetasi yang masih rapat.

Pohon-pohon yang ada di hutan mampu menguatkan struktur tanah sehingga ketika hujan turun air tidak langsung hanyut begitu saja. Air akan terserap dan tersimpan di dalam tanah. Dengan demikian, air yang tersimpan akan menjadi air tanah.

Peran tumbuhan pun sangat penting untuk memudahkan penyerapan air ke tanah, terutama pada bagian akar tumbuhan. Air dan akar di dalam tanah mampu membuat struktur tanah menjadi kokoh dan tidak mudah longsor. Namun demikian, turunnya air hujan tidak sesederhana air yang turun dari langit. Terjadinya hujan melewati beberapa proses siklus air. Secara umum, tahapan terjadinya hujan dibagi menjadi tiga, yaitu evaporasi, kondensasi, dan presipitasi.

Proses siklus air hujan secara lengkap dijelaskan pada buku Selamatkan Bumiku: Dari Mana Datangnya Hujan? karya Kang Kyung A dibawah ini.

Tahapan pertama yang dilalui adalah evaporasi, yaitu proses penguapan air. Panasnya suhu bumi dari matahari akan membuat air sungai, danau, dan laut menguap menjadi butiran atau uap air. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer, lantas menggumpal menjadi awan. Apabila suhu udara semakin panas maka semakin banyak pula air yang akan menguap ke udara. Hal itu akan menyebabkan terjadinya hujan semakin deras.

Coba perhatikan saat kamu tak sengaja menumpahkan segelas air di suatu tempat, misalnya, di lantai atau di jalanan. Dalam beberapa jam, air tersebut akan hilang. Bagaimana bisa? Ya, hal itu dapat terjadi karena air yang tumpah tersebut telah mengalami proses penguapan.

Proses penguapan bisa menjadi lebih cepat apabila terjadi saat suhu di suatu tempat panas akibat teriknya sinar matahari. Evaporasi menjadi tahapan awal dari serangkaian proses terjadinya hujan. Energi panas matahari membuat air yang berada di laut, sungai, danau, dan banyak sumber air di permukaan bumi mengalami penguapan. Apabila panas matahari semakin tinggi, maka akan semakin banyak pula air yang menguap dan naik ke atmosfer bumi.

Tahapan selanjutnya adalah kondensasi. Uap air hasil proses penguapan atau evaporasi akan naik ke atmosfer, kemudian mengalami kondensasi atau pengembunan. Pada proses tersebut, uap air akan berubah menjadi partikel-partikel es yang sangat kecil.

Partikel es yang terbentuk dari uap air tersebut akan mendekati satu sama lain, kemudian membentuk gumpalan putih yang biasa disebut awan. Proses partikel es yang saling mendekat dan membentuk awan itu disebut koalesensi.

Pada tahapan itu, partikel es memiliki jari-jari sekitar 5-20 mm. Dalam ukuran tersebut air akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s. Sementara, kecepatan aliran udara yang lebih tinggi akan membuat partikel itu tidak jatuh ke bumi.

Perubahan uap air menjadi es tersebut dipengaruhi oleh perbedaan suhu pada perbedaan ketinggian awan di udara. Apabila semakin tinggi awan yang terbentuk, suhu akan semakin dingin. Pada proses kondensasi, uap air akan naik ke atas lantaran terkena panas dari matahari. Setelah uap air naik cukup tinggi, terjadilah pengembunan yang berubah menjadi tetesan air.

Apabila kamu pernah melihat segelas air dingin di atas meja, uap air yang berada di gelas tersebut akan mengembun, lalu menjadi tetesan air. Hal yang sama juga terjadi ketika uap air naik ke langit lalu menjadi cairan. Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua air yang mengembun akan membentuk awan. Hal itu karena sebagian mengembun di dekat tanah, sebagian naik menjadi kabut, dan sebagian lagi akan naik ke langit membentuk awan.

Proses yang ketiga adalah presipitasi. Presipitasi merupakan proses mencairnya butiran es di awan, kemudian turun menjadi titik-titik hujan ke bumi. Awan yang telah terbentuk pada proses sebelumnya barangkali tertiup angin dan terbawa sehingga menjadi turun hujan di tempat lain dari proses sebelumnya. Awan yang sudah terlalu padat dengan uap air dan tidak bisa lagi menahan beban air akan jatuh ke daratan, kemudian menjadi titik-titik hujan.

Ukuran titik-titik hujan bervariasi mulai dari 0,5 milimeter atau lebih besar. Sementara, hujan gerimis berukuran kurang dari 0,5 millimeter. Ukuran tersebut biasanya bervariasi tergantung lokasi awan yang menurunkan hujan. Gerimis diturunkan oleh awan dangkal, sementara hujan deras diturunkan oleh awan dengan tinggi menengah atau sangat tinggi.

Lantaran posisi hujan yang sangat tinggi, udara di tempat awan berada sangat dingin, kemudian biasanya hujan akan jatuh sebagai salju ataupun es. Semakin menurun mendekati daratan, es itu akan mencair menjadi air hujan. Semakin mendekati daratan, suhu akan semakin menghangat, kemudian mencairkan titik-titik es.

Perlu diketahui, setiap belahan bumi memiliki curah hujan berbeda-beda. Misalnya di wilayah padang pasir curah hujannya hanya kurang dari 10 milimeter hujan per tahun. Berbeda halnya dengan negara tropis seperti Indonesia yang rata-rata memiliki curah hujan 2.000-3.000 milimeter per tahun.

Hal yang perlu diwaspadai adalah hujan asam, yaitu awan yang terdiri dari gumpalan uap air, juga mengandung partikel lain seperti debu, garam, asap, dan polutan. Apabila awan mengandung senyawa sulfur dioksida dan nitrogen oksida, kemudian kedua zat itu berinteraksi dengan air, maka akan menjadi hujan asam.

Hujan asam sangat berbahaya bagi tanaman, binatang, tanaman laut, dan tanah. Senyawa sulfur dioksida dan nitrogen dioksida sebenarnya terkandung di dalam udara normal. Namun, pada beberapa kondisi, kadar kedua senyawa tersebut meningkat di udara. Kondisi yang bisa menyebabkan kedua zat tersebut meningkat misalnya erupsi gunung berapi dan asap pembakaran bahan bakar fosil.

Why? Climate Change – Perubahan Iklim

Ada beberapa jenis hujan yang jatuh ke bumi. Pasti di antaranya pernah kamu lihat secara langsung. Hujan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu hujan konvektif, hujan orografis atau relief, hujan frontal, dan hujan muson.

Hujan konvektif adalah proses yang terjadi akibat perbedaan panas di lapisan udara dan permukaan tanah. Semakin tinggi naik ke atmosfer, udara panas akan menjadi dingin, hingga akhirnya uap air yang mengembun mulai membentuk awan cumulonimbus yang turun menjadi hujan.

Namun demikian, jenis hujan ini terjadi tidak pada seluruh wilayah, melainkan hanya pada cakupan wilayah yang kecil sehingga sering kali kamu bisa melihat di daerah tertentu hujan turun dengan deras, tetapi sekitarnya tidak hujan.

Cerita tentang Hujan dan Matahari